Sabtu, 25 Februari 2012

Kerukunan

TANPA KERUKUNAN - DUKA KEHIDUPAN
Drs. Andi Hariyadi, M.Pd.I
Mozaik keindahan pesona alam Indonesia beserta keragaman budayanya sesungguhnya mampu menjadi daya dorong untuk terwujudnya kerukunan, kedamaian dan keharmonisan kehidupan manakala dikelola secara bijak dan bertanggung jawab, namun sayangnya harapan kerukunan dan kedamaian tersebut seringkali diganggu dan dicabik-cabik oleh berbagai kepentingan sesaat sehingga menimbulkan berbagai konflik social yang seringkali berkepanjangan, dan semakin menguatkan rasa dendam permusuhan. Persaudaraan sejati yang selama ini mampu menjadi perekat kehidupan, ternyata menjadi permusuhan sejati hingga menimbulkan korban jiwa yang seharus tidak terjadi.
Merebaknya berbagai konflik dan mudahnya bertindak anarkis, seperti terorisme, bom bunuh diri dan sejenisnya, serta berbagai konflik lainnya semakin menyadarkan kepada kita bahwa kerukunan yang selalu kita harapkan ternyata masih jauh dari harapan. Wajah Indonesia yang sebelumnya terkenal ramah dan santun, aman dan menyenangkan sekarang berubah menjadi liar dan brutal akibat ulah beberapa orang beserta kelompoknya yang tidak bertanggung jawab, dan kondisi ini menjadi potensi konflik jika tidak ada upaya untuk segera membangun kesadaran mewujudkan kerukunan. Produksi konflik seakan menemukan momentumnya untuk terus melakukan kejahatannya, ketika bangsa ini sedang dimasa transisi dan semakin tidak berdaya ketika berbagai aksi korupsi dan penyalahgunaan kewenangan lainnya menjadi catatan yang menyakitkan.
Agama seringkali dijadikan alat untuk suksesnya anarkis dimasyarakat, bahkan menjadi pembenar atas aksinya untuk menjadi “kemanten” yang siap mati dengan bunuh diri dan merasa yakin akan mendapat ganti bidadari di syurga. Pemahaman sempit seperti  ini akibat ketidak mampuannya menghadapi kompetisi kehidupan, yang menganggap dirinyalah yang benar dan yang lainnya salah, sehingga layak untuk dimusuhi dan tidak perlu dikasihani karena bukan golongannya. Wilayah agama bagi orang yang sempit pandangan akan menjadi rawan karena akan disalahgunakan untuk ditafsiri secara subyektif sekali bahkan cenderung eksklusif, dogmatis, dan membuat emosi para pengikutnya terbangun luar biasa untuk siap melakukan apa yang diperintahkan oleh para pimpinannya. Kondisi seperti ini sangatlah parah, karena pengalaman keagamannya hanya untuk pemuasan nafsu jahatnya yang sudah diyakini sebagai kebenaran, dan dianggapnya mulia.
Ajaran agama tidaklah sesederhana seperti itu, karena ajaran agama berasal dari wahyu untuk membimbing kehidupan manusia pada kesempurnaan hidup, bukan dengan jalan kekerasan melainkan dengan karya kebaikan. Ajaran agama sesungguhnya mampu menyadarkan kita untuk menguatkan persaudaraan, sebagai sama-sama umat yang beragama, meski berbeda keyakinan dan peribadatan tidaklah menghalangi kita untuk tetap menjalin persaudaraan antar Iman. Dan ketika ada banyak kasus kekerasan yang sering mengkaitkan suatu agama, sejatinya bukan dari ajaran agama itu, tetapi lebih didominasi oleh rekayasa kejahatan, dan agar mendapat simpati digunakanlah klaim keagamaan agar lebih meyakinkan, padahal sangat bertentangan dengan ajaran keagamaan.
Kerukunan merupakan kebutuhan kita semua, dan yang merusak kerukunan sesungguhnya sangat tidak paham akan makna kerukunan sehingga dikorbankan demi pemuasan arogansi dan kepentingan jahat, dan terus berlanjut seperti sinetron picisan, padahal ada banyak korban yang selalu menyertai aksi-aksi kejahatannya. Kerukunan seharusnya bisa tumbuh dari kesadaran diri, untuk melawan dengan tegas segala bentuk provokasi, hasutan, fitnah dan celaan sehingga kerukunan tetap terjaga, senantiasa bersama memperjuangkan kerukunan. Ketika ketidakrukunan social terjadi, itu berarti membuka peluang sebesar-bensarnya atas terjadinya konflik dan kerusuhan social sehingga sangat mengganggu stabilitas nasional yang selama ini selalu kita pertahankan. Kesadaran untuk bisa hidup rukun merupakan prestasi yang sangat membanggakan lebih-lebih adanya kerukunan umat beragama, sebagai bukti prestasi amal soleh yang luar biasa strategisnya . Sebagaimana kita ketahui wilayah agama sering dijadikan alasan timbulnya konflik, padahal sejatinya berasal dari wilayah social, sehingga perlu kejernihan dan luasnya pandangan untuk bersikap bijak guna mencari solusi yang tepat serta menegakkan keadilan sebagaimana perundang-undangan yang berlaku.
Ada tiga aspek kerukunan umat beragama yang harus diperjuangkan, yaitu: kerukunan antar umat beragama, kerukunan intra umat beragama dan kerukunan umat beragama dengan pemerintah. Ketiga aspek ini diharapkan terus terwujudkan, dan bukan sekedar slogan saja. Tri kerukunan tersebut diharapkan mampu bersinergi secara utuh dan terus berkelanjutan sehingga saling menguatkan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia guna mewujudkan ketahanan nasional. Dan kita masih sering menyaksikan betapa rapuhnya ketahanan nasional di negeri ini dengan maraknya berbagai aksi kekerasan yang memicu timbulnya konflik social, sehingga peran tokoh agama dan umatnya untuk selalu membangun kesadaran pentingya kerukunan dalam kehidupan. Trilogi kerukunan tersebut hendaknya terus kita kawal bersama oleh seluruh elemen anak bangsa tanpa terkecuali, karena satu saja dari trilogi  kerukunan itu bermasalah, maka akan sangat mempengaruhi suasana kerukunan pada aspek lainnya yang dapat mengundang terjadinya konflik, karena adanya pemaksaan kehendak ditengah keragaman yang ada.
Kemajemukan bangsa ini janganlah dipermasalahkan karena akan membawa beban berkepanjangan dan biaya social yang amat tinggi, tetapi bagaimana dari kemajemukan itu kita bisa menemukan kesadaran bahwa kita semua bersaudara, sehingga terus untuk membina kerkunan, dan ketika ada problem disekitar kemajemukan itu hendaknya segera dicarikan solusinya secara tepat serta  berkeadilan. Mengingat wilayah kemajemukan dan keagamaan termasuk wilayah yang sensitif, sehingga perlu kehati-hatian untuk mencari akar masalahnya, sebab bisa saja terjadi ketika ada upaya mencari solusi itu akar masalahnya tidak ditemukan tetapi semakin terjebak pada hal-hal yang tidak subtansive dan ternyata terus dipublikasikan ke berbagai media masa, sehingga semakin menimbulkan dendam yang berkepanjangan. Janganlah bereksperimen dengan mengorbankan kerukunan untuk terus memproduksi berbagai tindak kekerasan, karena berbagai rekayasa tersebut akan banyak memakan korban yang seharusnya bisa dihindarkan. s

Tidak ada komentar:

Posting Komentar