Sabtu, 25 Februari 2012

Bina Keluarga

ROBOHNYA KELUARGA INDONESIA
Oleh : Drs. Andi Hariyadi, M.Pd.I
            Judul tulisan di atas merupakan bagian dari pernyataan Prof.Dr. Dien Syamsudin, MA ketika menjadi penceramah pada tabligh akbar peringatan maulid Nabi Muhammad SAW di masjid nasional Al Akbar Surabaya, dimana beliau benar-benar merasa prihatin atas kondisi keluarga Indonesia pada akhir-akhir ini yang semakin cenderung kehilangan kekuatannya dalam membina, mengawal, mendidik dan menjadi tauladan di lingkungan keluarga, sehingga para anggota keluarga kehilangan kendali, tak tahu kemana arah yang dituju, bahkan semakin runyam ketika ada permusuhan di dalamnya yang sulit didamaikan karena masing-masing pihak keukeh atas pendirian dan sikapnya. Rumah yang seharusnya menjadi media interaksi dan komunikasi yang produktif dan menyenangkan, telah menjadi arena pelampiasan dendam dan kebencian yang menakutkan. Keluarga sakinah adalah dambaan kita semua, dan menurut Sayid Rasyid Ridlo, sakinah adalah sikap jiwa yang timbul dari suasana ketenangan dan merupakan lawan dari keguncangan batin dan kekalutan. Maka keluarga sakinah terwujud karena adanya pribadi-pribadi yang unggul, tangguh dan tidak terjebak dalam berbagai bentuk sifat kerendahan, untuk mengendalikan bahtera rumah tangga meraih bahagia dan sejahtera. Keluarga yang mampu mewujudkan rasa syukur atas karunia-Nya sebagai refleksi dari sikap ketenangan, sebab jiwa yang bergejolak penuh kegoncangan akan terjerembab pada kekufuran. Para anggota dari keluarga sakinah merasakan ketentraman, kebahagiaan, keamanan, kedamaian dan sejahtera lahir dan batin. Sejahtera lahir terbebas dari kemiskinan materi dan tekanan penyakit jasmani, dan sejahtera batin terbebas dari kemiskinan keimanan, sehingga mampu menerapkan nilai-nilai keagamaan baik di keluarga maupun di masyarakat.
            Robohnya keluarga adalah awal dari kehancuran peradaban kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara, karena kehidupan keluarga yang sehat dan kokoh akan mampu menguatkan sendi-sendi kehidupan. Begitu pentingnya kekuatan pada keluarga sehingga pembinaan keluarga menjadi salah satu bagian dari ajaran utama agama Islam, diantaranya untuk menjadikan keluarga yang mampu mewujudkan ketenangan, cinta dan kasih sayang (Ar-Rum:21), kekuatan keluarga tidaklah terletak pada melimpahnya materi, tetapi adanya kehidupan yang harmonis, saling menjaga amanah bukannya perselingkuhan yang semakin mewabah dan permusuhan yang semakin mengerikan hingga terjadi pembunuhan. Bahkan orang beriman untuk bisa menjaga dirinya dan keluarganya dari ancaman bahaya yang dapat menyeret pada neraka (At-Tahrim:6), yang terus mengumbar amarah dan memperturutkan hawa nafsu yang menyesatkan. Maka bekali keluarga kita dengan nilai-nilai taqwa (Al Baqarah:197), dimana orangtunya bisa menjadi tauladan kebaikan, dan anak-anaknya mampu mengamalkan nilai akhlaqul karimah, sehingga keluarga dijauhkan dari bencana yang merobohkannya (Yunus:100). Keluarga orang beriman harus menjadi keluarga yang kuat baik secara materi, fisik dan spiritual serta sosial (Ali Imran:139) sehingga meraih derajat yang tertinggi. Rasulullah Muhammad SAW begitu luar biasa menghargai pada para anggota keluarga sehingga tetap memelihara rasa kasih sayangnya, sebagaimana hadits dari Imam Bukhari dengan sanad dari Abu Hurairah ra, ia berkata : Rasulullah pernah mencium Hasan bin Ali, dan pada waktu itu Al Aqra’ Bin Habis at-Tamimi sedang duduk disebelah beliau, lalu berkata:”Sesungguhnya saya mempunyai sepuluh anak dan tidak ada seorangpun yang saya cium”, Kemudian Rasulullah melihatnya dan bersabda:”Barangsiapa yang tidak menyayangi (orang lain) maka dia tidak disayangi”. Begitulah kedekatan Rasulullah SAW kepada anggota keluarganya sebagai bentuk refleksi cinta kasih .
            Keluarga yang sudah kehilangan ketenangan dan ikatan cinta kasih, bagaikan bara yang siap membakar sehingga merusak kebahagiaan, dan yang ada adalah pelampiasan amarah, jika dikembangkan dalam kehidupan masyarakat yang lebih luas terjadilah anarkhisme dan berbagai bentuk tindak kesewenangan penuh arogan, ketika dia menjadi pemimpin maka yang dilakukan adalah upaya pengrusakan sejadi-jadinya, keonaran dimana-mana akibat dari kebijakan yang meresahkan masyarakat. Teladan kebaikan yang seharusnya dimunculkan berubah menjadi kekejaman dan menindas sepuasnya, kehidupannya bergelimang dengan harta dan sibuk berpesta secara mewah tanpa peduli lagi dengan nasib penderitaan masyarakatnya (Al Isro’ : 26 – 27), dan jika mereka menentang kebijakannya akan dimatikan secepatnya (Al A’raaf:56), mereka tidak ingin segala keinginannya dihalangi apalagi ditentang, sehingga menggunakan para kroninya untuk mensukseskan segala niat jahatnya.
            Upaya menyelamatkan keluarga berarti memberikan kontribusi untuk proses penyelamatan kehidupan berbangsa dan bernegara, dan jika membiarkan bahkan berperan serta dalam merobohkan keluarga berarti merobohkan keluarga seluruh bangsa. Hal ini sebagai konsekwensi logis dari peran apa yang sedang kita jalankan, apakah menuju kebahagian keluarga ataukah malah menghancurkan keluarga.  Untuk itu perlu kita bangun kembali kehangatan keluarga yang ada di rumah kita dengan menjaga keharmonisan, menguatkan kepercayaan, menghalau berbagai bentuk perselingkuhan, serta siap untuk berbenah agar keluarga kita selalu kuat dalam menjaga aqidah, maksimal dalam beribadah serta menguatkan akhlaqul karimah karena dari sanalah kebahagiaan akan terwujudkan. Lebih-lebih dalam kehidupan yang semakin mengglobal dengan kehadiran tehnologi informasi yang semakin pesat menghadirkan ragam budaya dan gaya hidup yang hedonis dan materialis sehingga dapat membutakan nilai-nilai spiritual jika tidak adanya kekuatan yang sempurna dari keluarga, sebagai perisai sekaligus filter dari badai budaya yang menyesatkan untuk menghancurkan keluarga.
            Nilai-nilai agama Islam dijadikan pondasi dari bangunan keluarga sehingga suami dan istri saling menyayangi dan bisa menjaga diri serta kepercayaan yang diberikan untuk menjadi tauladan bagi anak-anaknya, bukannya keluarga yang dibangun oleh keserakahan pada kerendahan. Betapa bahagianya manakala anak-anak dan istri/suami bisa menjalankan ibadah secara benar  dan sempurna karena dapat mencegah dari perilaku keburukan. Dan betapa damainya negeri ini manakala pemimpinnya senantiasa peduli pada rakyatnya untuk disejahterakan, bukannya kebohongan yang dijadikan panglima kebijakan. Kejujuran para pemimpin akan mampu menguatkan bangunan keluarga bangsa. Jangan hancurkan negeri ini dengan sikap keserakahan, bangkitkan negeri ini dengan kejujuran, dan mulai dari keluarga kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar