Sabtu, 31 Maret 2012

KELANA DAKWAH :

“ MUHIBAH KE KUALA LUMPUR MALAYSIA”
Malaysia sebagai Negara yang serumpun dengan Negara Indonesia, sehingga sangat menarik untuk dijadikan bahan kajian khususnya dalam bidang social dan keagamaan, karena dari fenomena ini kita bisa mengambil pelajaran atas capaian keberhasilan serta membuang hal-hal yang dirasa kurang berkenan. hal ini terkait karakteristik kebijakan dari masing-masing Negara tersebut. Muhibah ke Kuala Lumpur Malaysia bersama para tokoh agama yang ada di Kota Surabaya dilaksanakan pada hari Selasa hingga kamis, tanggal 13 – 15 Desember 2011, sebagai upaya untuk melihat dari dekat dinamika social dan keagamaan disana.
Lokasi kunjungan ke : Kantor KBRI Kuala Lumpur, Sekolah Internasional KBRI Kuala Lumpur, serta Rumah-Rumah Ibadah di Kuala Lumpur: Masjid Negara Kuala Lumpur Malaysia, Batu Café  Temple (Pura), Cathedral of Saint Mery Malaysia 1894, Peresekutuan ( Thean Hou Temple)
Pada hari pertama, rombongan berkunjung ke Kantor KBRI Kuala Lumpur Malaysia, sebagai satu-satu kantor perwakilan Negara yang super sibuk di Kuala Lumpur Malaysia, hal ini terlihat dari suasana berjubelan para WNI untuk mengurus dan menyelesaikan permasalahan dengan berbagai macam latarbelakang yang ada. Kunjungan ke KBRI difokuskan pada aspek permasalahan sekitar TKI dan kehidupan keagamaan. Pihak KBRI diwakili bapak Hendra S Pramana, yang menjabat counselor economy, sedang satu-satunya dari perwakilan tokoh agama yang hadir adalah Ustad M. Arifin Ismail sebagai Ketua Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Malasysia.
Ada beberapa hal yang disampaikan oleh Bapak Hendra, diantaranya: Sebenarnya ada banyak dinamika yang menggambarkan keberadaan para tenaga kerja dan tenaga ahli yang ada di Malaysia, hanya saja permasalahan TKI yang lebih dominan, sehingga para tenaga ahli Indonesia yang professional dan sukses bekerja di Malaysia kurang dipubikasikan, baik sebagai peneliti, ahli astronomi dan lainnya. Adapun  beberapa permasalahan TKI yang sering ditangani oleh KBRI, diantaranya : Legalitas Ketenagaan TKI,  Kekerasan terhadap TKI, Kecelakaan Kerja, Kriminalitas,Ketidak sesuaiannya dalam kesepakatan kerja. Sedang bidang kerja yang digeluti para TKI diantaranya bidang : Perkebunan, Tata Ruang / Kontruksi, Tenaga Profesional, Layanan Jasa, dan lainnya. Pihak KBRI juga melakukan upaya pembinaan bagi para TKI baik yang menyangkut legalitas TKI, Perlindungan TKI dan lainnya sebagai bentuk keberpihakan terhadap warga Negara Indonesia yang bermasalah di Malaysia. KBRI juga membuka Sekolah Indonesia Kuala Lumpur, meski dengan segala keterbatasan yang ada selalu berupa memberikan layanan pendidikan bagi warga negera Indonesia yang ada di Malaysia dengan apapun profesinya. Ada permasalahan bagi anak-anak TKI yang bekerja di sector perkebunan, sehingga tidak bisa sekolah di Kuala Lumpur karena mereka mengikuti para orang tuanya yang kerja disana, sehingga pihak KBRI membuka Learning Cenre (Pusat Pendidikan) dikantong-kantong warga Negara Indonesia yang bekerja di pedalaman yang kerjasama dengan Atase Pendidikan Malaysia untuk memberikan terobosan dalam memberikan layanan pendidikan.
Ustad M. Arifin Ismail yang menjabat sebagai Ketua Umum Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Malaysia (PCIM Malaysia), telah memaparkan sekitar kehidupan beragama di Malaysia, diantaranya :
1.      Dasar Rukun Negara
Percaya pada Tuhan, dan Islam menjadi agama resmi federasi / Persekutuan. Dan agama lain dimanapun di Malaysia diberikan kebebasan. Ketua agama adalah para Sultan  di negeri masing-masing.
Yang di-Pertuan Agong adalah Ketua Negara yang telah diperuntukkan oleh Perlembagaan. Gelaran rasmi yang penuh bagi baginda adalah Seri Paduka Baginda Yang di-Pertuan Agong. Yang di-Pertuan Agong dilantik setiap lima tahun mengikut giliran yang telah ditetapkan oleh Majlis Raja-Raja.
2.      Keberadaan Agama
Berdasarkan Rukun Negara tersebut, sehingga Negara Malaysia memberikan penghormatan dan kebebasan pada tiap – tiap pemeluk agama, sebagaimana data pada tahun 2010 yang terdiri dari :
1)      Islam sebesar 61,3 %
2)      Budha sebesar 19,8 %
3)      Kristen/Katolik, sebesar 9,2 %
4)      Hindu, sebesar 6,3 %
5)      Kong Hucu, Tao, Sikh 1,3 %
6)      Lain-Lain (Tidak beragama, agama primitive, mengaku agama sendiri)
Hubungan agama  tidak ada masalah, hanya karena pengaruh media masa yang direkayasa oleh isu politik sehingga menimbulkan masalah.
Masing-masing agama diberikan penghormatan untuk mempunyai tempat ibadah, asalkan tidak mengganggu ketertiban umum dan kecemasan warga sekitar. Ada beberapa permasalahan keagamaan diantaranya : Pemahaman keagamaan, merebaknya ajaran sesat, Penyebutan kata Allah, Sholat, dan Qur’an yang sempat meresahkan warga akhirnya bisa diselesaikan secara bijak oleh keputusan Sultan. Sedang tentang penentuan hari Raya tidak ada masalah karena sudah ada bidang yang secara professional menanganinya, sehingga untuk yang mengumumkan diberikan pada Raja dibawah Majelis Raja-Raja di Keraajaan Malaysia.
Pada hari kedua, rombongan berkunjung sekaligus berdialog ke Sekolah Indonesia Kuala Lumpur Malaysia, yang diterima Langsung oleh Kepala Sekolah Ibu Elslee Y.A. Shetyoputri, yang didampingi oleh para Wakil Kepala Sekolah dan Dewan Guru beserta para siswanya. Sekolah Indonesia Kuala Lumpur saat ini baru bisa menampung 420 siswa mulai dari TK, SD, SMP, SMA, dari 2 juta jiwa Warga Negara Indonesia di Malaysia.
Dialog di Sekolah Indonesia Kuala Lumpur benar-benar terkesan dalam memahami dan membina semangat nasionalisme di negeri Jiran, dimana melalui pendidikan berkarkter yang sudah diterapkan dalam setiap pembelajaran. Visi Pendidikan Berbudi dan Berbudaya, dan itu disosialisasikan disetiap hari dalam pemebelajarannya dengan menunjukkan 1 hari 1 kebaikan. Pendidikan bukan sekedar nilai angka tetapi yang lebih utama adalah nilai budi yang diambilkan dari Pancasila, dimana Sila Pertama dijadikan landasan berbudi, sehingga pemahaman dan pembinaan keagamaan benar-benar terwujudkan dalam setiap tindakannya, yang dijabarkan dalam bentuk :  Integritas,, Kejujuran, Kasih Sayang, Kepedulian, Respek, Toleransi, Demokrasi. Tanggung Jawab, Profesionalisme, Kepatutan, Kedisiplinan, Kejujuran. Sehingga para lulusannya benar-benar mampu bersaing dengan para pelajar dari berbagai Negara yang belajar di Malaysia, khususnya di Perguruan tinggi yang terkenal di Malaysia, dan putra-putri Indonesia ternyata bisa berkompetisi secara sehat dan berprestasi atas bidang yang di dalaminya.
Permasalahan pendidikan khususnya di luar Negeri, memeliki ke khususan karena menyangkut upaya memberikan perlindungan bagi seluruh WNI di Malaysia, sebagaimana misi diplomatik. Demikian pula terkait dunia pendidikan bagi WNI merupakan masalah yang berat karena kesempatan mendapatkan pendidikan sangat  terbatas baik karena faktor social ekonomi, factor geografis dan fasilitas pendidikan yang memadai. Maka diupayakanlah selama 2 tahun terakhir ini untuk bisa mendapat ijin dari Pemerintah Malaysia guna mendirikan Learning Centre bagi anak-anak TKI yang mengikuti kerja bersama para orang tuanya  yang bekerja di Perkebunan dan Buruh Pabrik. Di Kinibalu ada 50.000 anak terlantar pendidikannya dan Pemerintah Malaysia sudah memberikan ijin untuk operasionalisasi Learning Centre disama, demikian pula di Kucing Serawak ada 2.000 anak yang terlantar pendidikan dan masih ada dibeberapa daerah lainnya. Pendidikanlah yang bisa menjadi pemutus mata rantai dari problem kemiskinan disana, sehingga upaya memaksimalkan Learning Centre diharapkan mampu memberikan perubahan bagi kehidupan para TKI dan anak-anaknya. Memberikan layanan pendidikan bagi anak TKI khususnya di daerah perkebunan diharapkan menjadi perhatian serius bagi pejabat Negara Indonesia, agar upaya memberikan layanan dan perlindungan bagi WNI bisa diwujudkan secara berkeadilan.
Drs. Andi Hariyadi, M.Pd.I




Tidak ada komentar:

Posting Komentar