Kamis, 22 Maret 2012

Kajian Al Qur'an

AL QUR’AN PENCERAH PERADABAN
Tadarus Al Qur’an selama bulan Romadhan terasa kuat sekali, baik dilakukan di rumah, musholla, masjid, sekolah bahkan di perkantoran lantunan ayat-ayat Al Qur’an senantiasa dikumandangkan dan telah menjadi bagian dari aktivitas kehidupan. Kesadaran untuk mengkaji Al Qur’an akan semakin menguatkan keimanan, membuka wawasan sekaligus memacu percepatan mengimplementasikan pesan-pesan ke-Ilahian dalam kehidupan. Sebagaimana Sabda Rasulullah Muhammad SAW) :“Dan tidaklah berkumpul suatu kaum di salah satu masjid dari masjid-masjid Allah, untuk membaca Al Qur’an dan mereka saling mempelajarinya di antara mereka, melainkan akan diturunkan kepada mereka ketenangan, diliputi rahmat, dan dikelilingi malaikat, dan mereka akan disebut-sebut Allah dihadapan makhluq-makhluq yang ada di sisi-Nya (para malaikat).” (HR Muslim no. 2699 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu). Nasehat Rasul ini sesungguhnya telah membukakan kesadaran kita betapa pentingnya untuk selalu berinteraksi dengan Al Qur’an, karena didalamnya ada banyak pelajaran yang sangat berharga dalam membimbing kehidupan kita.
Momentum Nuzulul Qur’an tidak sekedar diperingati, tetapi lebih dari itu apakah kita sudah melakukan penggalian secara maksimal sehingga bisa menemukan : petunjuk (Al Huda), sebagai kehidupan, meraih taqwa dan keimanan(QS : 2:185;  2 : 2; 3: 138; 41: 44 ), pembeda (Al Furqon), (QS: 2: 185), Obat ( Al Syifa ), (QS : 10 : 57; 17 : 82), nasehat (Al Mau’idzoh), (QS:3:138), dan pengingatan (Adz Dzikir), (QS:36: 69)  Dari sebagian fungsi Al Qur’an ini sesungguhnya bisa dijadikan media strategis untuk perbaikan kehidupan sehingga peradaban manusia lebih baik, bermutu, dan beradab.  Nuzulul Qur’an merupakan proses penyadaran diri untuk membebaskan dari berbagai bentuk kehinaan hingga meraih kemuliaan, diawali bacalah (Iqro’) dengan nama Tuhanmu (QS:96:1), merupakan daya dorong atas potensi diri untuk selalu melakukan penelitian terhadap ayat-ayat Allah baik yang ada dalam Al Qur’an maupun yang terbentang dalam  alam kehidupan.
Sejarah telah membuktikan bagaimana kondisi masyarakat zahiliyah sebelum diwahyukannya Al Qur’an kepada Rasulullah Muhammad SAW, yang terjebak pada siatuasi kerendahan moral, arogansi para penguasa yang tak terkendali, runtuhnya tatanan social dan kemanusiaan dengan kebijakan diskriminatif  sehingga mudahnya terjadi konflik diantara mereka, meski dilalui dengan perjuangan yang berat dan penuh pengorbanan dakwah Rasulullah Muhammad SAW mampu merubah kerendahan moral menjadi akhlaqul karimah, arogansi para penguasa berubah menjadi lebih  bijak, peduli dan mampu menguatkan persaudaraan, karena Al Qur’an dan keteladanan Rasulullah menjadi bagian yang utuh dalam seluruh aktivitas kehidupannya. Dan, ketika spirit Al Qur’an ditinggalkan, suri tauladan Rasulullah diabaikan , ajaran profetik dilecehkan sehingga muncullah kembali egoisme yang haus kekuasan dan sarat dengan berbagai kepentingan yang ada. Adapun mereka yang komitmen berinteraksi dengan Al Qur’an   akan terus menemukan mutiara-mutiara kehidupan sebagai penyangga peradaban, sehingga diantaranya muncullah ilmuwan-ilmuwan muslim yang mampu mengeksplorasi Al Qur’an, seperti, Ma’mun Ar Rasyid (thn 815) sebagai pelopor pendiri perpustakaan umum pertama di Baghdad, Jabir Ibnu Hayyan (w.thn 813) seorang ahli kimia dengan berbagai eksperimen, Al Khawarizmi (w.thn 850), penemu logaritme dan aljabar, penemu bahwa bumi itu bulat sebelum  Galileo, Al Kindi (w.thn 866) ahli matematika, kedokteran, Al Jahiz (w.thn 869) seorang penulis tentang ilmu hewan (zoology) yang pertama, Abu Wafa’ (w.thn 997) ahli Trigonometri, Geometri bola, penemu table Sinus dan Tangen, serta penemu variasi gerakan bulan, Ibnu Sina (w.thn 1037) penulis kedokteran modern (sebagai referensi ilmu kedokteran Barat), dan lainnya. Mereka telah memberikan secercah harapan karena terinspirasi kemuliaan Al Qur’an.
Nabi Muhammad SAW bersabda :"Orang mukmin yang membaca Qur'an dan mengamalkannya seperti buah jeruk yang rasanya enak dan baunya harum. Dan orang mukmin yang tidak membaca Qur'an tetapi mengamalkannya seperti buah kurma yang rasanya enak tetapi tidak ada baunya. Dan perumpamaan orang munafik yang membaca Qur'an seperti bunga yang berbau harum tetapi rasanya pahit. Dan perumpamaan orang munafik yang tidak membaca Qur'an seperti labu yang rasanya pahit atau jelek dan baunya pahit pula (HR. Bukhari). Pola interaksi dengan Qur’an menilik hadits tersebut idealnya diharapkan seperti buah  jeruk, yang rasa dan baunya mengagumkan karena orang beriman mampu membaca dan mengamalkannya, hal ini menunjukan bahwa antara apa yang dibaca dan diamalkan merupakan suatu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, karena Al Qur’an telah menjadi bagian dalam upaya pencerahan peradaban.
Perintah membaca  pada surat Al ‘Alaq ayat 1 : Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan, dan ayat 3 : Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia, terjadinya pengulangan perbuatan membaca ini memberikan makna bahwa ketika berinteraksi dengan Qur’an itu harus ada konsistensi secara berulang dan terus menerus, sekaligus sebagai sikap komitmen terhadap wahyu Ilahi, karena dalam dinamika kehidupan masih sering terjadi upaya menjauhi Al Qur’an bahkan menyepelekannya, dan hal ini bukan sikap sejati seorang beriman, sehingga ketika membaca pada ayat pertama itu kita menemukan petunjuk bahwa Allah SWT adalah pencipta, yang mengadakan dari tidak ada menjadi ada, yang mengatur dan menguasai alam semesta, sedang pengulangan pada ayat kedua kita bisa menangkap makna nilai kemuliaan yang harus dipegang teguh ketika berinteraksi ditengah kehidupan, sebab berbagai fenomena kerendahan, kehinaan dan kesewenangan sering kali menjadi inspirasi kebijakan dan menjadi pembenar akan keserakahannya. Untuk itu kita bangun kembali sikap dan pendekatan kita terhadap Al Qur’an agar lebih bermakna baik dari aspek spiritual, ritual dan social, sehingga proses pencerahan ini mampu menjadikan kehidupan lebih beradab.
Kita benar-benar muak dan prihatin ketika keserakahan dengan mengambil hak yang bukan haknya, untuk dimanipulasi karena kewenangan ada ditangannya, dan itu dilakukan secara kolosal tanpa ada rasa malu sedikitpun dan tetap berkilah bahwa dirinyalah yang benar dan tidak tersangkut atas hal-hal yang merugikan Negara  dan bangsa. Sebagaimana firman-Nya dalam Surat An-Nuur ayat : 57:   Janganlah engkau mengira bahwa orang-orang yang kafir itu dapat luput dari siksaan Allah di bumi ini, sedang tempat kembali mereka (di akhirat) adalah neraka. dan itulah seburuk-buruk tempat kembali. Apapun indikasi kejahatan yang dilakukan akan terkuak sehingga layak mendapat hukuman yang setimpal,  maka bagi orang yang beriman tidaklah mungkin menggantikan pola interaksi dengan Al Qur’an digantikan dengan pola ke Jahiliyaan, dan jika itu terjadi maka imannya tidak sebenarnya, dan bisa jadi merupakan wujud kemunafikan.
Memposisikan Al Qur’an sesuai dengan fungsinya akan mampu menjadi pencerah peradaban, sehingga kemuliaan didapatkan, kemanusiaan ditegakkan, kedewasaan terwujudkan untuk menyingkirkan berbagai bentuk kedunguan. Al Qur’an mampu menjadi terapi zaman menuju kebahagiaan, ketika berbagai kebimbangan dan kekacauan semakin menggelisahkan. Membumikan Al Qur’an adalah upaya pencerahan peradaban, sehingga hiduplah bersama Al Qur’an, dan itulah hidup yang tercerahkan, hidup tanpa Qur’an adalah kematian yang menakutkan. Berbahagialah mereka yang komitmen untuk hidup bersama Al Qur’an.
KEBENARAN AL QUR’AN PENCERAH PERADABAN
Oleh : Drs. Andi Hariyadi, M.Pd.I
Al Isro’ : 105
Èd,ptø:$$Î/ur çm»oYø9tRr& Èd,ptø:$$Î/ur tAttR 3 !$tBur y7»oYù=yör& žwÎ) #ZŽÅe³u;ãB #\ƒÉtRur ÇÊÉÎÈ
105.  Dan kami turunkan (Al Quran) itu dengan sebenar-benarnya dan Al Quran itu Telah turun dengan (membawa) kebenaran. dan kami tidak mengutus kamu, melainkan sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan.
Tadarus Al Qur’an selama bulan Romadhan terasa kuat sekali, baik dilakukan di rumah, musholla, masjid, sekolah bahkan di perkantoran lantunan ayat-ayat Al Qur’an senantiasa dikumandangkan dan telah menjadi bagian dari aktivitas kehidupan. Kesadaran untuk mengkaji Al Qur’an akan semakin menguatkan keimanan, membuka wawasan sekaligus memacu percepatan mengimplementasikan pesan-pesan ke-Ilahian dalam kehidupan. Sebagaimana Sabda Rasulullah Muhammad SAW) :“Dan tidaklah berkumpul suatu kaum di salah satu masjid dari masjid-masjid Allah, untuk membaca Al Qur’an dan mereka saling mempelajarinya di antara mereka, melainkan akan diturunkan kepada mereka ketenangan, diliputi rahmat, dan dikelilingi malaikat, dan mereka akan disebut-sebut Allah dihadapan makhluq-makhluq yang ada di sisi-Nya (para malaikat).” (HR Muslim no. 2699 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu). Nasehat Rasul ini sesungguhnya telah membukakan kesadaran kita betapa pentingnya untuk selalu berinteraksi dengan Al Qur’an, karena didalamnya ada banyak pelajaran yang sangat berharga dalam membimbing kehidupan kita.
Tadurs Al Qur’an hendaknya bisa menemukan : petunjuk (Al Huda), sebagai kehidupan, meraih taqwa dan keimanan(QS : 2:185;  2 : 2; 3: 138; 41: 44 ), pembeda (Al Furqon), (QS: 2: 185), Obat ( Al Syifa ), (QS : 10 : 57; 17 : 82), nasehat (Al Mau’idzoh), (QS:3:138), dan pengingatan (Adz Dzikir), (QS:36: 69), sehingga proses pembacaan ini lebih bermakna.  Dari sebagian fungsi Al Qur’an ini sesungguhnya bisa dijadikan media strategis untuk perbaikan kehidupan sehingga peradaban manusia lebih baik, bermutu, dan beradab.  Kehadiran Al Qur’an mampu menjadi bagian dari proses penyadaran diri untuk membebaskan dari berbagai bentuk kehinaan hingga meraih kemuliaan, diawali bacalah (Iqro’) dengan nama Tuhanmu (QS:96:1), merupakan daya dorong atas potensi diri untuk selalu melakukan penelitian terhadap ayat-ayat Allah baik yang ada dalam Al Qur’an maupun yang terbentang dalam  alam kehidupan.
Sejarah telah membuktikan bagaimana kondisi masyarakat zahiliyah sebelum diwahyukannya Al Qur’an kepada Rasulullah Muhammad SAW, yang terjebak pada siatuasi kerendahan moral, arogansi para penguasa yang tak terkendali, runtuhnya tatanan social dan kemanusiaan dengan kebijakan diskriminatif  sehingga mudahnya terjadi konflik diantara mereka, meski dilalui dengan perjuangan yang berat dan penuh pengorbanan dakwah Rasulullah Muhammad SAW mampu merubah kerendahan moral menjadi akhlaqul karimah, arogansi para penguasa berubah menjadi lebih  bijak, peduli dan mampu menguatkan persaudaraan, karena Al Qur’an dan keteladanan Rasulullah menjadi bagian yang utuh dalam seluruh aktivitas kehidupannya. Dan, ketika spirit Al Qur’an ditinggalkan, suri tauladan Rasulullah diabaikan , ajaran profetik dilecehkan sehingga muncullah kembali egoisme yang haus kekuasan dan sarat dengan berbagai kepentingan yang ada. Adapun mereka yang komitmen berinteraksi dengan Al Qur’an   akan terus menemukan mutiara-mutiara kehidupan sebagai penyangga peradaban, sehingga diantaranya muncullah ilmuwan-ilmuwan muslim yang mampu mengeksplorasi Al Qur’an, seperti, Ma’mun Ar Rasyid (thn 815) sebagai pelopor pendiri perpustakaan umum pertama di Baghdad, Jabir Ibnu Hayyan (w.thn 813) seorang ahli kimia dengan berbagai eksperimen, Al Khawarizmi (w.thn 850), penemu logaritme dan aljabar, penemu bahwa bumi itu bulat sebelum  Galileo, Al Kindi (w.thn 866) ahli matematika, kedokteran, Al Jahiz (w.thn 869) seorang penulis tentang ilmu hewan (zoology) yang pertama, Abu Wafa’ (w.thn 997) ahli Trigonometri, Geometri bola, penemu table Sinus dan Tangen, serta penemu variasi gerakan bulan, Ibnu Sina (w.thn 1037) penulis kedokteran modern (sebagai referensi ilmu kedokteran Barat), dan lainnya. Mereka telah memberikan secercah harapan karena terinspirasi kemuliaan Al Qur’an.
Perintah membaca  pada surat Al ‘Alaq ayat 1 : Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan, dan ayat 3 : Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia, terjadinya pengulangan perbuatan membaca ini memberikan makna bahwa ketika berinteraksi dengan Qur’an itu harus ada konsistensi secara berulang dan terus menerus, sekaligus sebagai sikap komitmen terhadap wahyu Ilahi, karena dalam dinamika kehidupan masih sering terjadi upaya menjauhi Al Qur’an bahkan menyepelekannya, dan hal ini bukan sikap sejati seorang beriman, sehingga ketika membaca pada ayat pertama itu kita menemukan petunjuk bahwa Allah SWT adalah pencipta, yang mengadakan dari tidak ada menjadi ada, yang mengatur dan menguasai alam semesta, sedang pengulangan pada ayat kedua kita bisa menangkap makna nilai kemuliaan yang harus dipegang teguh ketika berinteraksi ditengah kehidupan, sebab berbagai fenomena kerendahan, kehinaan dan kesewenangan sering kali menjadi inspirasi kebijakan dan menjadi pembenar akan keserakahannya. Untuk itu kita bangun kembali sikap dan pendekatan kita terhadap Al Qur’an agar lebih bermakna baik dari aspek spiritual, ritual dan social, sehingga proses pencerahan ini mampu menjadikan kehidupan lebih beradab.
Kita benar-benar muak dan prihatin ketika keserakahan dengan mengambil hak yang bukan haknya, untuk dimanipulasi karena kewenangan ada ditangannya, dan itu dilakukan secara kolosal tanpa ada rasa malu sedikitpun dan tetap berkilah bahwa dirinyalah yang benar dan tidak tersangkut atas hal-hal yang merugikan Negara  dan bangsa. Sebagaimana firman-Nya dalam Surat An-Nuur ayat : 57:   Janganlah engkau mengira bahwa orang-orang yang kafir itu dapat luput dari siksaan Allah di bumi ini, sedang tempat kembali mereka (di akhirat) adalah neraka. dan itulah seburuk-buruk tempat kembali. Apapun indikasi kejahatan yang dilakukan akan terkuak sehingga layak mendapat hukuman yang setimpabagi orang yang beriman tidaklah mungkin menggantikan pola interaksi dengan Al Qur’an digantikan dengan pola ke Jahiliyaan, dan jika itu terjadi maka imannya tidak sebenarnya, dan bisa jadi merupakan wujud kemunafikan.
Memposisikan Al Qur’an sesuai dengan fungsinya akan mampu menjadi pencerah peradaban, sehingga kemuliaan didapatkan, kemanusiaan ditegakkan, kedewasaan terwujudkan untuk menyingkirkan berbagai bentuk kedunguan. Al Qur’an mampu menjadi terapi zaman menuju kebahagiaan, ketika berbagai kebimbangan dan kekacauan semakin menggelisahkan. Membumikan Al Qur’an adalah upaya pencerahan peradaban, sehingga hiduplah bersama Al Qur’an, dan itulah hidup yang tercerahkan, hidup tanpa Qur’an adalah kematian yang menakutkan. Berbahagialah mereka yang komitmen untuk hidup bersama Al Qur’an.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar