Sabtu, 31 Maret 2012

Bahaya Kemiskinan

KEMISKINAN SEMAKIN TERLANTARKAN
Oleh : Drs. Andi Hariyadi, M.Pd.I
            Berdasarkan data yang ada, angka kemiskinan di Indonesia telah menurun hingga menjadi 16,67% atau 36,76 juta orang, meski demikian angka kemiskinan tersebut sangatlah besar, sehingga terpampanglah wajah-wajah bopeng kemiskinan yang sangat mengerikan dan ironisnya kebijakan pengentasan kemiskinan semakin terabaikan. Pada hal tahun 2015 telah dicanangkan sebagai tahun pengentasan kemiskinan hingga mencapai  8 % dari sekitar 300 juta jumlah penduduk Indonesia, dan itupun tetap berjumlah sangat besar, sehingga problem kemiskinan ini sangatlah serius, namun kurang focus, justru sibuk dengan hal-hal yang kurang strategis dan terus digulirkan secara terus menerus sehingga melupakan jeritan dan tangisan anak-anak bangsa yang belum pernah mencicipi kelezatan kekayaan bangsa yang melimpah.
            Problem kemiskinan ini juga mendapat perhatian besar oleh PBB sejak tahun 2000 sehingga dibentuklah berbagai forum untuk untuk upaya pengetasan kemiskinan, diantaranya Millennium Development Goals (MDGs), sebagai indicator mengukur keberhasilan dalam memerangi kemiskinan. Mengingat Indonesia yang sudah meratifikasi MDGs dan waktunya tinggal 4 tahun sepertinya masih jauh dari terentaskan, bahkan semakin terpuruk, terlantar dan diskriminasi dalam program kesejahteraan. Alih-alih mengentas kemiskinan justru yang ada adalah gaya hidup mewah, foya-foya, memperkaya diri sendiri dengan jalan korupsi.
            Amanat Undang-Undang  Dasar 1945, bahwa Negara bertujuan meningkatkan kesejahteraan umum, menangani dan memelihara orang orang miskin serta anak-anak terlantar. Landasan ini seharusnya menjadi prioritas utama dan pertama dalam memutuskan kebijakan yang ada, sehingga para elite negeri ini diharapkan bisa benar-benar focus atas problem kemiskinan ini, bukannya sibuk dengan masalah-masalah untuk melangengkan jabatan agar mendapat tunjangan yang lebih besar dan memuaskan, ataupun diciptakan konflik-konflik rekayasa sehingga melupakan tujuan berbangsa dan bernegara. Tidak seharusnya program pengentasan kemiskinan terkendala oleh keterbatasan financial, sebab amanat Undang-Undang Dasar tersebut telah mengikat dan hendaknya tetap menjadi komitmen utuk peningkatan pendapatan per-kapita, kesejahteraan dan kesehatan masyarakat dan pencerdasan kehidupan bangsa.
            Bank Dunia memberikan ukuran kemiskinan adalah penghasilan yang dibawah US $ 2/hari atau sekitar Rp 600.000,oo / bulan, sehingga akan semakin menambah besaran warga masyarakat yang hidup dalam jeratan kemiskinan dan ketertindasan meliputi :1) Kelangkaan, berkaitan dengan kelangkaan atau kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan dasar. Ketidakmampuan masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan dasar  merupakan permasalahan serius, sebab ada puluhan juta saudara kita papannya (tempat tinggal) tidak layak seperti di bawah kolong jembatan, pelataran toko/Maal, dalam gerobak dan gubuk reot, pelataran makam, dan lainnya, sandangnya compang camping, lusuh dan kumuh, dan pangannya jauh dari kecukupan gizi hanya sekedar pengganjal lapar 2) Ketidakpastian, berkaiatan dengan tidak adanya harapan, kesuraman masa depannya untuk terlepas dari problem kemiskinan. Kebijakan pengentasan kemiskinan sudah ditetapkan, namun hanya tinggal kebijakan sehingga tidak bijak, karena warga masyarakat miskin semakin terjebak dalam kemiskinan secara turun temurun tanpa perubahan perbaikan kehidupan yang lebih sejahtera, disisi lain yang kaya semakin bergelimang harta hingga mensejahterakan tujuh keturunan. Berbagai janji membela kepentingan orang miskin menjadi semakin otupis saja, bahkan kemiskinan telah dijadikan alat untuk pencapaian kedudukan para elite. 3) Ketidakberdayaan, berkaitan ketidak mampuan penguasa dalam memberikan ruang perubahan kepada masyarakat yang termarginalkan dalam mendapatkan kesejahteraan, baik berupa akses jaringan, peluang dan pemberdayaan. Dominasi kekuatan global yang cenderung kapitalistik sehingga mencengkram dan mencekik potensi pengusaha kecil untuk terus dimatikan, gurita kekuasaan bisnis dan industri merambah mulai dari hilir  hingga ke hulu.
            Sepertinya ada ketidakadilan dalam kebijakan pengentasan kemiskinan, satu sisi para pemodal besar mendapat berbagai fasilitas keistimewaan untuk pengamanan bisnisnya, sedang disisi lain masyarakat kecil yang melakukan bisnis mikro semakin ditelantarkan. Seharusnya kita bisa belajar banyak pada Muhammad Yunus warga Bangladesh peraih penghargaan nobel berkat upayanya mengentas kemiskinan secara maksimal melalui program Grameen Bank, yang telah membantu jutaan perempuan miskin di sana untuk diberdayakan melalui organisasi kredit mikro. Grameen Bank dirancang untuk membantu orang miskin dengan pinjaman khusus  baik untuk, perdagangan, pendidikan, perumahan, dan lainnya, serta pinjaman untuk pengemis sehingga mampu membebaskan ribuan pengemis untuk tidak meminta-minta lagi, bahkan beliau meyakinkan bahwa orang miskin paling miskin pun “layak mendapat kredit”, obsesinya berusaha untuk bisa membantu lima ratus juta rakyat miskin di dunia lepas dari kemiskinan dengan bantuan kredit mikro.
            Kondisi kemiskinan di negeri kita sepertinya belum adanya perubahan yang memuaskan bahkan semakin berkelanjutan,  terwujudkannya masyarakat yang adil dan makmur masih jauh dari harapan, bahkan korupsi semakin mantap dan meyakinkan sehingga menambah keterpurukan bangsa. Seharusnya masyarakat miskin lebih diperhatikan untuk diberdayakan agar meraih kesejahteraan ternyata jadi orang miskin justru disalahkan dan dihina serta dianggap beban dalam pembangunan nasional, sedang mereka yang sukses menghamburkan dan menyalahgunakaan kekuasaan untuk memperkaya diri sendiri sepertinya lepas dari jeratan hukun bahkan semakin membanggakan diri meski berdiri diatas jeritan rakyat miskin. Budaya Hedonisme semakin menenggelamkan masyarakat yang saat ini hidup dalam kemiskinan, maka kepedulian kita sangat diharapkan sebagaimana firman-Nya dalam surat Al Ma’un agar menjadi manusia yang sejati bukan manusia imitasi yang sibuk untuk kepentingan diri sendiri. Kedermawanan kita harus dimaksimalkan dengan cara yang lebih strategis agar masyarakat yang miskin bisa meraih kesejahteraan, kepedulian kita sangat diharapkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat hingga hidup secara layak.  Kemiskinan jangan ditelantarkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar