Senin, 07 November 2011

Konflik dan Kedewasaan

 
Thursday, 22 September 2011 21:31 Media Online Bhirawa
Oleh: Drs Andi Hariyadi M.Pd.I
Wakil Sekretaris PD Muhammadiyah Kota Surabaya, Sekretaris Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Surabaya

Kondisi perpolitikan yang berkecenderungan kurang stabil ditambah semakin melemahnya kepercayaan masyarakat pada Pemerintah baik ditingkat lokal hingga nasional hanya karena alasan yang klasik tetapi sensitive, yaitu kompetensi dan transparansi. Sistem penyelenggaran negara sudah tertata, baik secara kelembagaan hingga regulasi yang telah dikeluarkan namun para penyelenggaranya terjebak oleh berbagai kepentingan sesaat dan menggiurkan sehingga tidak mampu menjalankan kebijakan secara professional dan procedural serta rasional, bahkan semakin cenderung melakukan "mal praktek" dalam setiap kebijakannya. Problem korupsi dan ketidakadilan yang semakin merebak akhir-akhir ini merupakan produk dari tidak berkompeten dan tarnsparansinya mereka yang telah diberi amanah, hanya berorientasi  untuk kepentingan pribadi dan kroninya, hal ini sangat menodai cita-cita para pendiri bangsa, dimana kesejahteraan masih jauh dari harapan, keamanan dan kedamaian sering terkoyakkan oleh berbagai konflik yang seharusnya bisa kita hindari.
Kesejahteraan Masih Wacana
Krisis kepercayaan masyarakat pada Pemerintah sepatutnya disikapi secara cerdas dengan langkah-langkah strategis, bukan sekedar wacana yang bombatis, ataupun disikapi secara represif, hal ini semakin memperpuruk permasalahan yang ada. Saatnya keberpihakan pada masyarakat diwujudkan dengan penuh ketulusan, kesejahteraan tidak hanya pada para elite saja karena akan memicu kecemburuan social, sehingga memacu terjadinya konflik. Program kesejahteraan social janganlah dipermainkan hanya untuk sekedar tebar pesona saja, karena akan semakin jauh dari harapan, tetapi kesejahteraan social harus diprioritaskan dengan program yang tepat dan akurat, agar kemiskinan tidak menjadi dosa turunan, bahwa mitos orang miskin dilarang kaya, dan orang kaya harus kaya terus, merupakan indikasi ketidak adilan, dan tidak dewasanya dalam menentukan kebijakan, sepertinya negara dan bangsa ini adalah milik trah dan kroninya saja, dan yang selainnya tidak layak mendapatkan kue kesejahteraan itu.
Upaya mewujudkan kesejahteraan cenderung sebatas wacana, padahal kemiskinan membutuhkan kepedulian nyata, membuka kesempatan kerja baru dan berprospek agar para pengangguran bisa lebih produktif dalam kerjanya. Gagalnya mewujudkan kesejahteraan social merupakan problem yang sangat serius dan berimplikasi yang sangat luas disemua lini kehidupan, dan apa yang bisa dibanggakan jika kesejahteraan gagal diwujudkan, padahal potensi kekayaan bangsa yang luar biasa besarnya seharusnya mampu mensejahterakan. Potret kemiskinan begitu kuat nampak dihadapan kita, meski beratnya beban yang ada tidak menghalangi optimismenya untuk mempertahankan kehidupannya. Panas terik dan hujan yang merendam tidak menyurutkan perjuangannya, siang dan malam terus membanting tulang demi mewujudkan harapan. Masih adanya kantong-kantong kemiskinan yang mewarnai kerasnya kehidupan, dan tidak tersentuh oleh layanan social yang seharusnya layak diberikan padanya. Mereka terpinggirkan oleh kebijakan yang jauh dari nilai-nilai kemanusiaan, entah sampai kapan kemiskinan ini menyandranya.
Sungguh ironis ketika kemiskinan terlantarkan, sedang dipihak lain justru berpesta berhamburan harta, dan lebih menyakitkan sekali ketika berbagai aksi korupsi terbongkar dan tidak ada ketegasan dalam keadilan, bahkan cenderung dilindungi karena menyangkut kepentingannya, sehingga diupayakan berbagai rekayasa untuk kasus yang ada. Untuk urusan rekayasa seperti ini begitu canggihnya, dengan harapan lepas dari jeratan hukum, dan akan terus menari diatas kepedihan rakyat yang semakin sekarat dengan kemiskinan.

Konflik dan Kemiskinan

Terjadinya konflik seringkali bukan karena berdiri sendiri sehingga begitu saja terjadi tanpa ada hubungan yang menyertai, sebab konflik social justru terjadi karena adanya fakta social yang berupa kesenjangan social dalam bentuk kesenjangan kesejahteraan. Adanya sebagian masyarakat yang harus bersusah payah mengais rejeki demi sesuap nasi, sedang disisi lain adanya sebagian masyarakat yang begitu mudahnya menumpuk kekayaan materi padahal berbagai fasilitas sudah didapatkan namun masih merasa kurang sehingga melakukan penggelapan dan pembengkakan anggaran hingga trilyunan rupiah, gerakannya terorganisir secara rapih dan akan bungkam seribu bahasa ataupun menyatakan tidak tahu menahu akan masalah yang ada manakala ada yang membocorkan akan aksi kejahatannya.
Konflik dan kemiskinan merupakan dua sisi yang selalu beriringan dan korbannya adalah masyarakat luas, dan dua hal tersebut selalu dijadikan bagian dari upaya pengrusakan kehidupan berbangsa dan bernegara. Selanjutnya kemasannya bisa berupa paham keagamaan, persaudaraan kesukuan, dan lain sebagainya. Perbedaan paham keagamaan menjadi media yang sangat sensitive untuk memicu terjadinya konflik dalam skala yang lebih besar, lebih-lebih didalamnya ada problem kesenjangan kesejahteraan sehingga semakin menyempurnakan terjadi konflik social. Klaim pembenaran akan aksi suci meski dengan melakukan pengrusakan, kekerasan hingga pembunuhan terus dikobarkan sebagai bentuk solidaritas. Persaudaraan dan keragaman  yang selama ini sudah terbangun dalam bingkai NKRI mulai rapuh, rasa dendam telah menhunjam dalam hati untuk terus melakukan permusuhan, dan hal itu bukanlah solusi yang tepat, justru membuat keterpurukan bangsa dan mudah dipecah belah oleh bangsa yang telah berjaya.
Akar terjadinya konflik bisa berasal dari kondisi structural dan kultural, serta multidimensi, dimana mereka yang telah dan sedang memiliki jabatan strategis berupaya mempertahankan kondisinya, dan diciptakanlah kultur agar bisa terjadi konflik sesuai jadwal yang diinginkan, jika ada sinyalemen yang mencoba mendongkraknya, maka dibuatkanlah konflik sebagai bentuk pengalihan perhatian. Sehingga kemiskinan bagi yang tidak memiliki kesadaran akan dipertahankan dan suatu saat bisa menjadi mesiu untuk terjadinya konflik. Kita benar-benar prihatin betapa mudahnya dari sebagian masyarakat ini mudah terjadi konflik, sehingga perlu kesadaran yang tinggi untuk bisa memahami keragaman yang ada agar tidak berbuah konflik.
Kedewasaan dalam Bersikap
Meletusnya konflik diantaranya adanya ketidaksepahaman atas kondisi dan kebijakan yang ada, merebaknya informasi yang cenderung provokatif serta tidak adanya perhatian atas aspirasi yang ada dan menemukan momentum sehingga membentuk group atau suatu komunitas sebagai respon atas tidak dipenuhinya tuntutan yang selama ini menjadi kebutuhan dasarnya. Perilaku represif dan destruktif telah menjadi bagian dari konflik, sehingga banyak korban di dalamnya dan terus berlanjut menjadi dendam yang tak terkendalikan untuk memenuhi amarahnya. Terjadinya konflik bukannya diselesaikan dengan konflik lainnya, tetapi seharusnya dari konflik yang ada tersebut bisa menyadarkan kita baik sebagai diri, anggota/bagian masyarakat atau para elite yang ada, untuk mampu mengoreksi atas kondisi yang ada. Kemauan untuk introspeksi seharusnya menjadi bagian dari kehidupan kita, apapun profesi dan jabatan tidak menghalangi untuk selalu mengoreksi diri agar lebih baik, dan itulah bagian dari kedewasaan.
Kedewasaan dalam mengantisipasi sekaligus dalam memberikan solusi atas terjadinya konflik harus terus dikembangkan, sehingga mampu meredam dan menghindar bahayanya konflik. Kedewasaan dalam bersikap sangatlah dibutuhkan, ketika bangsa ini semakin rapuh persatuannya, berbagai bentuk egoisme yang cenderung menguntungkan diri sendiri dan kelompoknya dengan mengorbankan kelompok lain, seharus segera diakhiri, merasa diri yang terbaik dan terbenar dengan menyalahkan dan merendahkan yang lain akan semakin memperuncing permasalahan. Bagaimana kondisi hati dan pikiran ketika dihadapkan fakta yang sangat tidak diinginkan akan mempengaruhi respon atas fakta tersebut, sehingga ketika kondisi diri dalam posisi tertekan, terhina, dan terpinggirkan akan mudah menyulut terjadinya anarkis.
Manusia sebagai makhluk yang berkehormatan dan dilebihkan kedudukannya dengan makhluk yang lain, sehingga diberikan kesanggupan mengemban amanah  untuk kebaikan dan kebahagian kehidupannya, jika hal ini disadari maka segala bentuk penenindasan, kekerasan dan keserakahan tidak akan tertampilkan. Ada dua kekuatan dalam diri manusia yang saling berhadapan untuk berusaha memenangkan dan mengalahkan yang lain, yaitu hati nurani dan hawa nafsu, dimana hati nurani selalu berkecenderungan pada kebaikan dan kebenaran sehingga meraih kemuliaan karena menghargai nilai kemanusiaan, sedang hawa nafsu berkecenderungan pada keburukan dan kesalahan sehingga kehinaan yang didapatkan karena telah melakukan pelecehan terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Maka perlu adanya kesadaran diri yang tidak mudah emosi untuk berpikir secara cerdas, bertindak secara tepat dan berucap secara bijak, bukannya memanipulasi data dan informasi sehingga terjadi kebohongan publik, dimana yang salah dibenarkan bahkan dilindungi, sedang yang benar disalahkan dan diintimidasi, sehingga semakin menyuburkan suasana konflik yang terus membawa dendam.
Dalam salah satu bait puisi Muhammad Iqbal " Harapan Kepada Pemuda" dinyatakan :
Tegaklah, dan pikullah amanat ini atas pundakmu
Hembuslah panas nafasmu di atas kebun ini
Agar harum-harum narwastu meliputi segala
Dan janganlah dipilih hidup ini bagai nyanyian ombak
hanya berbunyi ketika terhempas di pantai
Tetapi jadilah kamu air-bah , mengubah dunia dengan amalmu


Carut marutnya kehidupan ini tidak menyurutkan kita untuk memiliki harapan yang lebih baik, dan itu merupakan bagian dari kesadaran diri atas kedewasaan kita, sehingga ketika diberi amanah atas apapun profesi kita bisa dilakukan dengan penuh kebaikan, ketulusan dan kejujuran dan tidak akan melakukan penyelewengan, kebohongan dan pengrusakan sebagai upaya merubah tata kehidupan yang lebih baik dimana terwujud kesejahteraan, tercipta kedamaian dan keamanan dengan merajut persaudaraan dan kerukunan. Kedewasaan diri untuk komitmen atas amanah yang diberikan, merupakan energi besar untuk perubahan, sehingga berbagai konflik social yang semakin merebak bisa diselesaikan secara arif. Maka tugas kita semua untuk terus menumbuhkan kedewasaan, agar pola pikir  yang sempit dan cenderung represif bisa tercerahkan untuk menguatkan persaudaraan, gaya kebijakan yang sekedar tebar pesona bisa berubah menjadi aksi nyata menegakkan keadilan, kesejahteraan dan kerukunan, sehingga berbagai kesenjangan yang bisa memicu terjadinya konflik bisa didekatkan untuk bisa saling berbagi dalam tali persaudaraan yang penuh keragaman, dan itulah wujud kedewasaan diri. Jadikanlah diri ini menjadi pelopor dalam mencegah terjadinya konflik, agar persaudaraan terwujudkan. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar